Selasa, 12 Maret 2013

Arti Lambang


a. Palang Merah

Saya rasa hal ini butuh diklarifikasi, karena lambang palang merah tidak pernah dimaksudkan untuk mereferensikan agama tertentu. Mengapa demikian?

Menurut sejarahnya, lambang palang merah (red cross) merupakan sebuah lambang penghormatan bagi negara Switzerland (Swiss), yang merupakan tempat lahirnya gerakan palang merah internasional. Switzerland merupakan sebuah negara yang ‘ajaib’ dalam percaturan politik internasional: karena netralitasnya. Sampai awal abad ke-21, Switzerland bukanlah negara anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Switzerland juga bukan anggota Uni Eropa, dan memilih tidak bergabung dalam berbagai organisasi internasional lainnya. Switzerland sebagai konfederasi modern juga tidak pernah dijamah perang (baik nasional maupun internasional) yang memberikan status spesial Switzerland. Bukan hanya itu, Switzerland merupakan negara demokrasi yang masih mengenal demokrasi langsung (melalui referendum), dan memiliki tujuh (betul, tujuh!) orang presiden yang memegang jabatannya secara bergantian!.

Jika Anda mengaitkannya dengan status Komite Internasional Palang Merah (ICRC) sebagai subyek hukum internasional, ICRC memiliki status khusus karena berawal dari sebuah organisasi swasta yang lahir (dan bermarkas) di Switzerland, tapi kini telah ‘dimiliki’ oleh dunia. Dengan demikian, gerakan palang merah memiliki status khusus dengan tujuan kemanusiaan.


b. Bulan sabit merah

Bulan sabit merah memang memiliki latar belakang religius, tapi bukan semata-mata alasan agama. Hal ini pertama muncul pada perang di antara Kekaisaran Ottoman (Utsmaniyah) dan Russia di akhir abad ke-19. Tentu kita tahu bahwa Ottoman merupakan kekaisaran yang sangat luar biasa di bidang peradaban Islam. Meski demikian, perlu diketahui bahwa pada masa tersebut terdapat kontestasi politik yang luar biasa, di mana negara-negara di benua Eropa melakukan kolonialisasi dan ekspansi wilayah luar biasa di luar wilayah Eropa. Asia dan Afrika tentu menjadi sasaran utama. Saya bisa mengasosiasikan bahwa ada faktor pragmatis juga dalam hal ini: kedua pasukan perlu memenangkan perang ini. Kalau kemudian kaum Ottoman berpendapat bahwa lambang palang merah bisa menjadi masalah karena berbau religius, patut dipahami konteksnya pada zaman yang bersangkutan. Lambang ini sendiri baru diterima pada tahun 1906 secara de facto, karena pada awalnya dunia masih menginginkan adanya lambang yang universal dan satu untuk fungsi kemanusiaan yang sama.


c. Kristal merah

Beberapa tahun yang lalu, satu protokol tambahan (Additional Protocol) ditambahkan ke dalam Konvensi-konvensi Jenewa (Geneva Conventions of 1949) mengenai tanda-tanda pengenal tambahan (Additional Distinctive Emblem). Protokol ini menghasilkan satu lambang baru bernama Kristal Merah (red crystal), yang umumnya digunakan jika lambang palang merah dan bulan sabit merah menimbulkan persoalan.
Gagasan mengenai lambang selain palang merah (dan sabit merah) bukanlah gagasan baru. Israel pernah menuntut adanya Bintang Daud Merah (Red Star of David), kekaisaran Persia — kemudian Iran pernah menuntut adanya Singa dan Matahari Merah (Red Lion and Sun). Berbagai negara lain memiliki gagasannya masing-masing. Meski demikian, pembedaan-pembedaan ini mengaburkan gagasan utama bahwa harus ada lambang universal yang dipahami bersama-sama demi tujuan kemanusiaan.
Sejak penyusunan Konvensi-konvensi Jenewa pada tahun 1949, salah satu organisasi kemanusiaan Israel menuntut diakuinya Bintang Daud Merah sebagai lambang pengenal. Organisasi bernama Magen David Adom ini justru mendapat tentangan hebat bukan hanya dari negara-negara kawasan (yang dengan mudah memersoalkan lambang ini), tapi juga dari berbagai komunitas internasional lainnya.
Lambang ketiga ini baru disepakati pada tahun 2005, dan disahkan pada tahun 2007. Kini, kristal merah diterima sebagai lambang pengenal ketiga yang menandakan pihak-pihak yang patut dilindungi selama konflik bersenjata, sesuai dengan Hukum Humaniter Internasional.

Prinsip-Prinsip Kepalang Merahan


PRINSIP DASAR GERAKAN PALANG MERAH DAN BULAN SABIT MERAH INTERNATIONAL

Prinsip dasar Palang Merah dikenal dengan 7 Prinsip Palang Merah yang disahkan di Wina ( Austria ) oleh Konferensi International Palang Merah dan Bulan Sabit Merah XX tahun 1965.

Terdiri atas :

1. Kemanusiaan ( Humanity )

   Bahwa gerakan Palang Merah dan Bulan sabit Merah didirikan berdasarkan keinginan untuk memberikan pertolongan tanpa membedakan korban dalam pertempuran, berusaha mencegah dan mengatasi penderitaan sesama manusia.

2. Kesamaan ( Importiality )

   Bahwa gerakan ini tidak membedakan bangsa, suku, agama dan politik, tujuannya semata-mata untuk mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya dan mendahulukan yang paling parah. 

3. Kenetralan ( Neutrality )

   Bahwa gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan Politik, agama, suku, atau ideologi agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak.

4. Kemandirian ( Independence )

   Bahwa gerakan ini bersifat mandiri, tugasnya membantu pemerintah dalam bidang kemanusiaan, harus mentaati peraturan negaranya dan harus menjaga otonomi negaranya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip pelang merah.

5. Kesukarelaan ( Voluntari Service )

   Gerakan ini memberi bantuan secara sukarela bukan keinginan mencari keuntungan.

6. Kesatuan ( Unity )

   Gerakan ini dalam suatu negara hanya terdapat satu perhimpunan palng merah atau bulan sabit merah yang terbuka untuk semua orang dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.

7. Kesemestaan ( Universality )

   Bahwa gerakan ini bersifat semesta dimana setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama.


Sejarah Palang Merah Internasional


SEJARAH SINGKAT BERDIRINYA PALANG MERAH

Pada tanggal 24 Juni 1859 di Solferino Itali Utara, pasukan Prancis dan Itali sedang bertempur melawanpasukan Austria. Pada saat itu H.Dunant tiba disana dengan harapan dapat bertemu dengan KaisarPrancis (Napoleon III).H. Dunant secara kebetulan menyaksikan pertempuran itu. Saat itu dinas medis militer kewalahan dalammenangani korban perang yang mencapai 40.000 orang. Tergetar oleh penderitaan tentara yang terlukaH. Dunant bekerjasama dengan penduduk setempat segera bertindak mengkoordinasikan bantuanuntuk mereka.Setelah kembali ke Swiss, H. Dunant menggambarkan pengalaman itu ke dalam sebuah buku yangberjudul : UN SOUVENIR DE SOLFERINIO/ A MEMORI OF SOLFERINO yang artinya Kenang-kenangan dariSolferino TAHUN 1862. Dalam bukunya H. Dunant mengajukan 2 gagasan, yaitu :

1. Membentuk organisasi Sukarelawan, yang akan disiapkan dimasa damai untuk menolong para prajurityang terluka di medan perang.

2. Mengadakan perjanjian internasional guna melindungi prajurit yang cidera di medan perang ,sertasukarelawan dari organisasi tersebut pada waktu memberikan perawatan.

Tahun 1863 Empat orang warga Jenewa bergabung dengan H. Dunant untuk mengembangkan keduagagasan tersebut. Empat orang tersebut adalah :

1. General Dufour
2. Dr. Theodore
3. Dr. Louis Appia
4. Gustave Moynier

Yang kemudian mereka bersama-sama membentuk Komite Internasional Palang Merah (KIPM) atauInternational Committee Of the Red Cross (ICRC).Berdasarkan gagasan pertama didirikanlah sebuah Organisasi Sukarelawan di setiap negara, yangbertugas membantu dinas medis angkatan darat pada waktu perang. Organisasi tersebut sekarangdisebut LRCS (Loague Of The Red Cross Society) atau LPPMI ( Liga Perhimpunan Palang Merah) yangdibentuk tanggal 5 Mei Tahun 1919. Tahun 1992 berubah menjadi Federasi Internasional Palang Merahdan Bulan Sabit Merah. Palang Merah lahir berdasarkan keinginan untuk membantu korban perang, dan untuk pelaksanaantugasnya pada tanggal 22 Agustus 1864 atas Prakarsa ICRC, Pemerintah Swiss menyelenggarakan konferensi yang diikuti 12 negara yang dikenal dengan Konvensi Genewa ( The Genewa Conventions Of August 12 1949 ) dengan hasil konfrensi :TUGAS PALANG MERAH : Pada Waktu Perang1. Membantu Jawatan Kesehatan angkatan Perang2. Memberi Pertolongan pada waktu perang Pada waktu damai1. Membangkitkan perhatian umum terhadap azas dan tujuan Palang Merah2. Menyebarluaskan Cita-cita Palang Merah Berdasarkan Prikemanusiaan3. Menyiapkan tenaga dan sarana Kesehatan/bantuan lainnya untuk menjamin kelancaran tugas palangMerah.4. Memberi bantuan dan pertolongan pertama dalam setiap musibah/kecelakaan.5. Menyelenggarakan PMR6. Turut memperbaiki Kesehatan rakyat7. Membantu Mencari Korban Hilang ( TMS ).


Sejarah Palang Merah Indonesia


Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan.
PMI selalu berpegang teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan, kenetralan, dan kesemestaan. Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah (tingkat provinsi) dan sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh indonesia
Palang Merah Indonesia tidak berpihak pada golongan politik, ras, suku ataupun agama tertentu. Palang Merah Indonesia dalam pelaksanaannya juga tidak melakukan pembedaan tetapi mengutamakan objek korban yang paling membutuhkan pertolongan segera untuk keselamatan jiwanya.

Sejarah


Berdirinya Palang Merah di Indonesia sebetulnya sudah dimulai sebelum Perang Dunia II, tepatnya 12 Oktober 1873.Pemerintah Kolonial Belanda mendirikan Palang Merah di Indonesia dengan nama Nederlandsche Roode Kruis Afdeeling IndiĆ« (NERKAI) yang kemudian dibubarkan pada saat pendudukan Jepang.
Perjuangan mendirikan Palang Merah Indonesia (PMI) diawali 1932. Kegiatan tersebut dipelopori Dr. R. C. L. Senduk dan Dr. Bahder Djohan dengan membuat rancangan pembentukan PMI. Rancangan tersebut mendapat dukungan luas terutama dari kalangan terpelajar Indonesia, dan diajukan ke dalam Sidang Konferensi Narkai pada 1940, akan tetapi ditolak mentah-mentah.
Rancangan tersebut disimpan menunggu saat yang tepat. Seperti tak kenal menyerah pada saat pendudukan Jepang mereka kembali mencoba untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional, namun sekali lagi upaya itu mendapat halangan dari Pemerintah Tentara Jepang sehingga untuk yang kedua kalinya rancangan tersebut kembali disimpan.
Proses pembentukan PMI dimulai 3 September 1945 saat itu Presiden Soekarno memerintahkan Dr. Boentaran (Menkes RI Kabinet I) agar membentuk suatu badan Palang Merah Nasional.
Dibantu panitia lima orang yang terdiri dari Dr. R. Mochtar sebagai Ketua, Dr. Bahder Djohan sebagai Penulis dan tiga anggota panitia yaitu Dr. R. M.Djoehana Wiradikarta, Dr. Marzuki, Dr. Sitanala, Dr Boentaran mempersiapkan terbentuknya Palang Merah Indonesia. Tepat sebulan setelah kemerdekaan RI, 17 September 1945, PMI terbentuk. Peristiwa bersejarah tersebut hingga saat ini dikenal sebagai Hari PMI.
Peran PMI adalah membantu pemerintah di bidang sosial kemanusiaan, terutama tugas kepalangmerahan sebagaimana dipersyaratkan dalam ketentuan Konvensi-Konvensi Jenewa 1949 yang telah diratifikasi oleh pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1958 melalui UU No 59.
Sebagai perhimpunan nasional yang sah, PMI berdiri berdasarkan Keputusan Presiden No 25 tahun 1950 dan dikukuhkan kegiatannya sebagai satu-satunya organisasi perhimpunan nasional yang menjalankan tugas kepalangmerahan melalui Keputusan Presiden No 246 tahun 1963.

Kemanusiaan dan Kerelawanan

Dalam berbagai kegiatan PMI komitmen terhadap kemanusiaan seperti Strategi 2010 berisi tentang memperbaiki hajat hidup masyarakat rentan melalui promosi prinsip nilai kemanusiaan, penanggulangan bencana, kesiapsiagaan penanggulangan bencana, kesehatan dan perawatan di masyarakat, Deklarasi Hanoi (United for Action) berisi penanganan program pada isu-isu penanggulangan bencana, penanggulangan wabah penyakit, remaja dan manula, kemitraan dengan pemerintah, organisasi dan manajemen kapasitas sumber daya serta humas dan promosi, maupun Plan of Action merupakan keputusan dari Konferensi Palang Merah dan Bulan Sabit Merah ke-27 di Jenewa Swiss tahun 1999.
Dalam konferensi tersebut Pemerintah Indonesia dan PMI sebagai peserta menyatakan ikrar di bidang kemanusiaan.
Hal ini sangat sejalan dengan tugas pokok PMI adalah membantu pemerintah Indonesia di bidang sosial kemanusiaan terutama tugas-tugas kepalangmerahan yang meliputi: Kesiapsiagaan Bantuan dan Penanggulangan Bencana, Pelatihan Pertolongan Pertama untuk Sukarelawan, Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan Masyarakat, Pelayanan Transfusi Darah. Kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan mulai dari tahun 1945 sampai dengan saat ini antara lain sebagai berikut:
  1. Membantu saat terjadi peperangan/konflik. Tugas kemanusiaan yang dilakukan PMI pada masa perang kemerdekaan RI, saat pemberontakan RMS, peristiwa Aru, saat gerakan koreksi daerah melalui PRRI di Sumbar, saat Trikora di Irian Jaya, Timor Timur dengan operasi kemanusiaan di Dilli, pengungsi di Pulau Galang.
  2. Membantu korban bencana alam. Ketika gempa terjadi di Pulau Bali (1976), membantu korban gempa bumi (6,8 skala Richter) di Kabupaten Jayawijaya, bencana Gunung Galunggung(1982), Gempa di Liwa-Lampung Barat dan Tsunami di Banyuwangi (1994), gempa di Bengkulu dengan 7,9 skala Richter (1999), konflik horizontal di Poso-Sulteng dan kerusuhan diMaluku Utara (2001), korban gempa di Banggai di Sulawesi Tengah (2002) dengan 6,5 skala Richter, serta membantu korban banjir di Lhokseumawe Aceh, Gorontalo, Nias, Jawa Barat,Tsunami di Nangroe Aceh Darussalam, Pantai Pangandaran, dan gempa bumi di DI Yogyakarta dan sebagian Jawa Tengah. Semua dilakukan jajaran PMI demi rasa kemanusiaan dan semangat kesukarelawanan yang tulus membantu para korban dengan berbagai kegiatan mulai dari pertolongan dan evakuasi, pencarian, pelayanan kesehatan dan tim medis, penyediaan dapur umum, rumah sakit lapangan, pemberian paket sembako, pakaian pantas pakai dan sebagainya.
  3. Transfusi darah dan kesehatan. Pada tahun 1978 PMI memberikan penghargaan Pin Emas untuk pertama kalinya kepada donor darah sukarela sebanyak 75 kali. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1980 telah diatur tentang tugas dan peran PMI dalam pelayanan transfusi darah. Keberadaan Unit Transfusi Darah PMI diakui telah banyak memberikan manfaat dan pertolongan bagi para pasien/penderita sakit yang sangat membutuhkan darah. Ribuan atau bahkan jutaan orang terselamatkan jiwanya berkat pertolongan Unit Transfusi Darah PMI. Demikian pula halnya dengan pelayanan kesehatan, hampir di setiap PMI di berbagai daerah memiliki poliklinik